EKONOMI SYARIAH PILIHAN-KU
Idris Afandi Hasibuan
Istilah ekonomi syariah, sepertinya tak asing
terdengar ditelinga kita. Ekonomi syariah saat ini sedang familiar di
hampir semua kalangan masyarakat, baik kalangan pelajar, mahasiswa, ibu rumah
tangga, para pedagang, para pegawai, para eksekutif, dan lain sebagainya.
Ekonomi syariah jika didefeniskan memiliki redaksi yang berbeda-beda sesuai
dengan pendapat masing-masing ahli, namun memiliki inti yang sama. Apa bila
kita cermati terdapat satu kesamaan dari defenisi yang diberikan para ahli
tentang ekonomi syariah, yaitu sistem ekonomi yang dijalankan berdasarkan
prinsip-prinsip syariah (Al-qur’an dan Hadits).
Agama islam mengajarkan umatnya untuk menjadi rahmatan
lil ‘alamin, mengajak manusia kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
munkar. Islam telah mengatur segala aspek kehidupan manusia mulai dari aspek
ibadah, sosial masyarakat, bernegara, pendidikan dan ekonomi. Aspek ekonomi
dari perspektif islam ini-lah yang dewasa ini menjadi sorotan dan kajian para
ahli ekonomi untuk memecahkan masalah-masalah ekonomi yang terjadi, mengingat
banyak pihak yang meragukan signifikansi ekonomi kapitalis yang cenderung mengekploitasi
golongan yang lemah.
Ekonomi dalam islam menuntut para pelakunya
agar melakukan kegiatan ekonomi baik produksi, distribusi dan konsumsi barang
dan jasa sesuai dengan tuntunan Al-qur’an dan Hadits. Oleh karena itu ekonomi
dalam Islam tidak hanya menyangkut soal bank syari’ah, tetapi mancakup berbagai
bidang ekonomi, sepereti mikroekonomi, makroekonomi, kebijakan moneter,
kebijakan fiskal, pembiayaan publik hingga konsep pembangunan.
Umat islam percaya, bahwa segala apa yang dilakukannya
di dunia akan dipertanggung jawabkan di akhirat. Kehidupan dunia tidak bisa
dipisahkan dengan kehidupan akhirat, semuanya harus seimbang karena dunia
adalah ladang akhirat. Konsep al-qur’an menjelaskan: “dan carilah dengan apa
yang telah dianugerahkan Allah kepadamu negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bagianmu di dunia, dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah
berbuat baik kepadamu, dan jangalah kamu berbuat kerusakan di bumi,
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS.
Al-Qasash:77).
Atas
dasar kepercayaan inilah umat Islam mengenal istilah halal dan haram. Dalam
menjalankan Bisnisnya seorang muslim diwajibkan untuk berbisnis yang halal dan
dilarang untuk menyediakan produk-produk yang haram dan dapat merugikan orang
banyak, seperti bisnis prostitusi, perjudian, menimbun barang, membunga-kan
uang (riba), menipu dan hal-hal lain yang dilarang oleh syar’i. Agama tidak
melarang para pembisnis untuk mengambil keuntungan dalam menjalankan bisnisnya,
asalkan tindakan tersebut tidak menzalimi orang-lain. Ada sebuah riwayat: “Aku
mendengar orang-orang kampung (al-hayy) menuturkan dari ‘Urwah bahwa
Nabi saw. memberinya (yakni ‘Urwah) uang satu dinar untuk dibelikan satu ekor
kambing. ‘Urwah kemudian
membelikan dua ekor kambing dengan uang satu dinar tadi, lalu menjual satu di
antaranya dengan harga satu dinar. ‘Urwah kembali kepada Rasulullah saw. dengan
membawa seekor kambing dan uang satu dinar. Nabi saw. pun mendoakan keberkahan
untuk ‘Urwah.” (Riwayat ini
dapat kita baca pada Shahîh al-Bukhârî, Musnad Imâm Ahmad,
Sunan Abî Dâwûd, Sunan at-Tirmidzî, dan Sunan Ibn Mâjah).
Motif manusia dalam menjalankan bisnis adalah
mencari keuntungan. Bagi seorang muslim, keuntungan tidak hanya bersifat materi
(dunia), tapi ada yang lebih berarti dari materi yaitu ridha Allah Swt.
Karakter inilah yang seharusnya membedakan para pelaku bisnis muslim dengan non
muslim, karena tujuan akhir dari hidup manusia adalah ridha Allah Swt, dan salah satu cara untuk
mendapatkan ridha Allah Swt adalah dengan berekonomi secara syari’ah. Allah Swt
berfirman: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesama
kamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama suka diantara kamu, dan janganlah kamu membunuh dirimu,
sesungguhnya Allah maha penyayang kepadamu. (QS. An-nisa:29).
Rasulullah Saw mengajarkan, apabila berbisnis
hendaklah mengutamakan kejujuran, amanah, kualitas dan pelayanan yang baik.
Sebagaimana perkataan-Nya: “sesungguhnya pedagang yang jujur akan bersama
para nabi si surga”. Dan Rasulullah Saw juga bersabda “sesungguhnya
Allah sangat mencintai seseorang yang apabila ia melakukan suatu pekerjaan, ia
melakukannya dengan itqan (tepat, terarah, jelas, tuntas, dan perfect)”.
Prinsip itqan ini apabila diterapkan dalam pengelolaan bisnis maka akan sangat
menekankan pada mutu dan pelayanan yang baik terhadap pelanggan. Ilmu pemasaran
juga menjelaskan bahwa: perusahaan sukses masa sekarang pada level apapun
memiliki satu persamaan yaitu memberikan pengabdian penuh untuk memahami dan
memenuhi kebutuhan pelanggan serta memiliki komitmen yang tinggi terhadap
pelanggannya.
Dalam aspek ekonomi makro, basis utama ekonomi
syariah sesungguhnya terletak pada aspek landasan dan tujuannya yaitu asas-asas
pembangunan ekonomi yang berlandaskan prinsip-prinsip syari’ah dan ditujukan
untuk mewujudkan suatu tatanan ekonomi masyarakat yang sejahtera berdasarkan
keadilan yang seimbang. Sebagaimana perkataan Abu yusuf: “sebaik-baik
penguasa adalah mereka yang memerintah demi kemamkmuran rakyatnya, dan
seburuk-buruknya penguasa adalah mereka yang memerintah tetapi rakyatnya malah
menemui kesulitan”. Atas dasar itu, maka pemberdayakan sistem ekonomi Islam
di Indonesia hendaknya dilakukan dengan strategi yang ditujukan bagi perbaikan
kehidupan dan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Tuntutan masyarakat dewasa ini,
terutama di lapisan masyarakat bawah adalah menuntut adanya perbaikan taraf
hidup dan kesejahteraan ekonomi mereka.
Perkembangan
ekonomi syari’ah di
Indonesia mengalami tingkat perkembangan yang cukup pesat. Berdirinya
lembaga-lembaga keuangan yang menggunakan prinsip-prinsip syari’ah dapat
dilihat sebagai proses untuk membangun sistem ekonomi Islam baik dalam skala
mikro maupun makro. Dilihat dari segi kedudukan dan perannya, lembaga keuangan
syari’ah di Indonesia memiliki landasan hukum yang kuat, sehingga dapat memberi
peran yang maksimal dan memberi daya dukung positif
untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional.
Fungsi lembaga keuangan sangat penting bagi perekonomian
nasional. Lembaga keuangan memiliki peran menyediakan jasa dalam bidang
lalulintas pembayaran dan peredaran uang, seperi tabungan, deposito, pembiayaan
kredit, tranfer uang, pembayaran wesel, penukaran valuta asing, dan sebagainya.
Lembaga keuangan syariah dalam menyediakan jasanya akan mempertimbangkan aspek
syar’i, dan berupaya untuk menjauhi yang namanya penipuan dan riba. Prinsip
bagi hasil (profit and loss sharing) yang diterapkan pada lembaga
keuangan syariah insyaallah akan menyuburkan dunia investasi, yang selama ini
terkesan terhambat karena adanya sistem riba. jadi lembaga keuangan syari’ah
memiliki keunggulan bukan hanya dari aspek hukum (syari’at), tetapi juga aspek sistem yang mendukung percepatan pembangunan
ekonomi di Indonesia.
Dengan berpedoman kepada Al-qur’an, dan
berjalan sesuai tuntunan Sunnah Rasulullah Saw serta didukung dengan ilmu
(manajemen dan pemasaran), insyaallah bisnis yang kita geluti akan membawa
keuntungan dunia (kaya) dan keuntungan akhirat (berkah). Dan dengan ekonomi
syari’ah kita wujudkan suatu tatanan ekonomi masyarakat yang sejahtera. Hal ini
telah di buktikan oleh Rasulullah Saw dan para sahabatnya pada masa mereka. Sekarang
tugas umat islam pada masa ini untuk membuktikannya dan mengembalikan kejayaan
islam yang hilang dengan ekonomi syari’ah. Islamic Economics My Choice .... !
Referensi:
-
Dr. H. Azhari Akmal Tarigan, MA, Tafsir
Ayat-Ayat Ekonomi, Cita Pustaka Media Perintis, Bandung, 2012.
-
Hendri Tanjung dan Irfan Hariri, Econom,
Azam, Bogor, 2011.
-
Ir. Adiwarman A. Karim, S.E., M.B.A, M.A.E.P, Ekonomi
Mikro Islami, Rajawali Pers, Jakarta, 2007.
-
Ir. Adiwarman A. Karim, S.E., M.B.A, M.A.E.P, Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam, Rajawali Pers, Jakarta, 2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar