Rabu, 04 Desember 2013

ekonomi syariah pilihanku



EKONOMI SYARIAH PILIHAN-KU
Idris Afandi Hasibuan
Istilah ekonomi syariah, sepertinya tak asing terdengar ditelinga kita. Ekonomi syariah saat ini sedang familiar di hampir semua kalangan masyarakat, baik kalangan pelajar, mahasiswa, ibu rumah tangga, para pedagang, para pegawai, para eksekutif, dan lain sebagainya. Ekonomi syariah jika didefeniskan memiliki redaksi yang berbeda-beda sesuai dengan pendapat masing-masing ahli, namun memiliki inti yang sama. Apa bila kita cermati terdapat satu kesamaan dari defenisi yang diberikan para ahli tentang ekonomi syariah, yaitu sistem ekonomi yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah (Al-qur’an dan Hadits).
Agama islam mengajarkan umatnya untuk menjadi rahmatan lil ‘alamin, mengajak manusia kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Islam telah mengatur segala aspek kehidupan manusia mulai dari aspek ibadah, sosial masyarakat, bernegara, pendidikan dan ekonomi. Aspek ekonomi dari perspektif islam ini-lah yang dewasa ini menjadi sorotan dan kajian para ahli ekonomi untuk memecahkan masalah-masalah ekonomi yang terjadi, mengingat banyak pihak yang meragukan signifikansi ekonomi kapitalis yang cenderung mengekploitasi golongan yang lemah.
Ekonomi dalam islam menuntut para pelakunya agar melakukan kegiatan ekonomi baik produksi, distribusi dan konsumsi barang dan jasa sesuai dengan tuntunan Al-qur’an dan Hadits. Oleh karena itu ekonomi dalam Islam tidak hanya menyangkut soal bank syari’ah, tetapi mancakup berbagai bidang ekonomi, sepereti mikroekonomi, makroekonomi, kebijakan moneter, kebijakan fiskal, pembiayaan publik hingga konsep pembangunan.
Umat islam percaya, bahwa segala apa yang dilakukannya di dunia akan dipertanggung jawabkan di akhirat. Kehidupan dunia tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan akhirat, semuanya harus seimbang karena dunia adalah ladang akhirat. Konsep al-qur’an menjelaskan: “dan carilah dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia, dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan jangalah kamu berbuat kerusakan di bumi, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qasash:77).
 Atas dasar kepercayaan inilah umat Islam mengenal istilah halal dan haram. Dalam menjalankan Bisnisnya seorang muslim diwajibkan untuk berbisnis yang halal dan dilarang untuk menyediakan produk-produk yang haram dan dapat merugikan orang banyak, seperti bisnis prostitusi, perjudian, menimbun barang, membunga-kan uang (riba), menipu dan hal-hal lain yang dilarang oleh syar’i. Agama tidak melarang para pembisnis untuk mengambil keuntungan dalam menjalankan bisnisnya, asalkan tindakan tersebut tidak menzalimi orang-lain. Ada sebuah riwayat: “Aku mendengar orang-orang kampung (al-hayy) menuturkan dari ‘Urwah bahwa Nabi saw. memberinya (yakni ‘Urwah) uang satu dinar untuk dibelikan satu ekor kambing. ‘Urwah kemudian membelikan dua ekor kambing dengan uang satu dinar tadi, lalu menjual satu di antaranya dengan harga satu dinar. ‘Urwah kembali kepada Rasulullah saw. dengan membawa seekor kambing dan uang satu dinar. Nabi saw. pun mendoakan keberkahan untuk ‘Urwah.” (Riwayat ini dapat kita baca pada Shahîh al-Bukhârî, Musnad Imâm Ahmad, Sunan Abî Dâwûd, Sunan at-Tirmidzî, dan Sunan Ibn Mâjah).
Motif manusia dalam menjalankan bisnis adalah mencari keuntungan. Bagi seorang muslim, keuntungan tidak hanya bersifat materi (dunia), tapi ada yang lebih berarti dari materi yaitu ridha Allah Swt. Karakter inilah yang seharusnya membedakan para pelaku bisnis muslim dengan non muslim, karena tujuan akhir dari hidup manusia adalah  ridha Allah Swt, dan salah satu cara untuk mendapatkan ridha Allah Swt adalah dengan berekonomi secara syari’ah. Allah Swt berfirman: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesama kamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu, dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah maha penyayang kepadamu. (QS. An-nisa:29).
Rasulullah Saw mengajarkan, apabila berbisnis hendaklah mengutamakan kejujuran, amanah, kualitas dan pelayanan yang baik. Sebagaimana perkataan-Nya: “sesungguhnya pedagang yang jujur akan bersama para nabi si surga”. Dan Rasulullah Saw juga bersabda “sesungguhnya Allah sangat mencintai seseorang yang apabila ia melakukan suatu pekerjaan, ia melakukannya dengan itqan (tepat, terarah, jelas, tuntas, dan perfect)”. Prinsip itqan ini apabila diterapkan dalam pengelolaan bisnis maka akan sangat menekankan pada mutu dan pelayanan yang baik terhadap pelanggan. Ilmu pemasaran juga menjelaskan bahwa: perusahaan sukses masa sekarang pada level apapun memiliki satu persamaan yaitu memberikan pengabdian penuh untuk memahami dan memenuhi kebutuhan pelanggan serta memiliki komitmen yang tinggi terhadap pelanggannya.
Dalam aspek ekonomi makro, basis utama ekonomi syariah sesungguhnya terletak pada aspek landasan dan tujuannya yaitu asas-asas pembangunan ekonomi yang berlandaskan prinsip-prinsip syari’ah dan ditujukan untuk mewujudkan suatu tatanan ekonomi masyarakat yang sejahtera berdasarkan keadilan yang seimbang. Sebagaimana perkataan Abu yusuf: “sebaik-baik penguasa adalah mereka yang memerintah demi kemamkmuran rakyatnya, dan seburuk-buruknya penguasa adalah mereka yang memerintah tetapi rakyatnya malah menemui kesulitan”. Atas dasar itu, maka pemberdayakan sistem ekonomi Islam di Indonesia hendaknya dilakukan dengan strategi yang ditujukan bagi perbaikan kehidupan dan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Tuntutan masyarakat dewasa ini, terutama di lapisan masyarakat bawah adalah menuntut adanya perbaikan taraf hidup dan kesejahteraan ekonomi mereka.
Perkembangan ekonomi syari’ah di Indonesia mengalami tingkat perkembangan yang cukup pesat. Berdirinya lembaga-lembaga keuangan yang menggunakan prinsip-prinsip syari’ah dapat dilihat sebagai proses untuk membangun sistem ekonomi Islam baik dalam skala mikro maupun makro. Dilihat dari segi kedudukan dan perannya, lembaga keuangan syari’ah di Indonesia memiliki landasan hukum yang kuat, sehingga dapat memberi peran yang maksimal dan memberi daya dukung positif untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional.
Fungsi lembaga keuangan sangat penting bagi perekonomian nasional. Lembaga keuangan memiliki peran menyediakan jasa dalam bidang lalulintas pembayaran dan peredaran uang, seperi tabungan, deposito, pembiayaan kredit, tranfer uang, pembayaran wesel, penukaran valuta asing, dan sebagainya. Lembaga keuangan syariah dalam menyediakan jasanya akan mempertimbangkan aspek syar’i, dan berupaya untuk menjauhi yang namanya penipuan dan riba. Prinsip bagi hasil (profit and loss sharing) yang diterapkan pada lembaga keuangan syariah insyaallah akan menyuburkan dunia investasi, yang selama ini terkesan terhambat karena adanya sistem riba. jadi lembaga keuangan syari’ah memiliki keunggulan bukan hanya dari aspek hukum (syari’at), tetapi juga aspek  sistem yang mendukung percepatan pembangunan ekonomi di Indonesia.
Dengan berpedoman kepada Al-qur’an, dan berjalan sesuai tuntunan Sunnah Rasulullah Saw serta didukung dengan ilmu (manajemen dan pemasaran), insyaallah bisnis yang kita geluti akan membawa keuntungan dunia (kaya) dan keuntungan akhirat (berkah). Dan dengan ekonomi syari’ah kita wujudkan suatu tatanan ekonomi masyarakat yang sejahtera. Hal ini telah di buktikan oleh Rasulullah Saw dan para sahabatnya pada masa mereka. Sekarang tugas umat islam pada masa ini untuk membuktikannya dan mengembalikan kejayaan islam yang hilang dengan ekonomi syari’ah. Islamic Economics  My Choice .... !

Referensi:
-          Dr. H. Azhari Akmal Tarigan, MA, Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi, Cita Pustaka Media Perintis, Bandung, 2012.
-          Hendri Tanjung dan Irfan Hariri, Econom, Azam, Bogor, 2011.
-          Ir. Adiwarman A. Karim, S.E., M.B.A, M.A.E.P, Ekonomi Mikro Islami, Rajawali Pers, Jakarta, 2007.
-          Ir. Adiwarman A. Karim, S.E., M.B.A, M.A.E.P, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Rajawali Pers, Jakarta, 2004.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar