Selasa, 11 September 2012

pengertian, kehujjahan, macam-macam istishab


ISTISHAB
A.    Pengertian Istishab

menurut bahasa istishab bermakna  mencari sesuatu yang ada hubungannya. Sedangkan menurut istilah Istishab ialah menetapkan hukum suatu perkara menurut keadaan sebelumnya hingga terdapat dalil yang merubah hukum tersebut. Menurut Asy Syatibi, istishab ialah segala ketetapan yang telah ditetapkan pada masa lampau dinyatakan tetap berlaku hukumnya pada masa sekarang.

B.     Kehujjahan Istishab

Istishab merupakan dalil syara’ yang terakhir yang dijadikan para Mujtahid sebagai tempat kembali dalam mengetahui  hukum bagi suatu peristiwa yang sedang mereka hadapi.
Istishab juga dijadikan dasar bagi prinsip-prinsip syariat, antara lain sebagai berikut : asal sesuatu ialah ketetapan yang ada menurut keadaan semula sehingga terdapat suatu ketetapan yang mengubahnya. Sesuai kaidah yang artinya :

“Asal segala sesuatu itu adalah boleh”

C.    Macam-macam Istishab

1.      Istishab berdasarkan akal

Berdasarkan ayat 29 surat al-Baqarah, maka dapat ditetapkan suatu ketentuan umum bahwa semua yang diciptakan Allah SWT di bumi ini adalah untuk keperluan dan kepentingan manusia yang dapat digunakan sebagai sarana dalam melaksanakan tugas sebagai khalifah Allah di muka bumi. Jika demikian halnya maka segala sesuatu itu pada asasnya mubah (boleh) digunakan, dimanfaatkan atau dikerja-kan oleh manusia. Hal ini berarti bahwa hukum mubah itu tetap berlaku sampai ada dalil syara’ yang mengubah atau mengecualikannya. Seperi sebelum diturunkannya surah Al—Midah ayat 90, umat muslim pada saat itu belum dilarang meminul khamar (arak), tetapi setelah ayat tersebut diturunkan maka hukum meminum khamar tersebut menjadi haram.

2.      Istishab berdasarkan hukum syara’

Sesuai dengan ketetapan syara’ bahwa apabila telah terjadi akad nikah yang dilakukan oleh seorang laki-Iaki dengan seorang perempuan dan akad itu lengkap rukun-rukun dan syarat-syaratnya, maka kedua suami isteri itu halal atau boleh (mubah) hukumnya melakukan hubungan sebagai suami-isteri. Ketetapan mubah ini telah berlaku selama mereka tidak pernah bercerai) walaupun mereka telah lama berpisah dan selama itu pula si isteri dilarang kawin dengan laki-laki lain. Menyatakan bahwa hukum syara’ itu tetap berlaku bagi kedua suami-isteri itu, pada hakikatnya mengokohkan hukum syara’ yang pernah ditetapkan.

4 komentar: