Fenomena Spiritual di Era Spiritual
Kita lihat
saat ini kecenderungan perusahaan merekrut orang-orang yang mempunyai pandangan
jernih terhadap dunia yang singkat ini mulai banyak dilakukan, mengingat
fungsinya yang bisa memberikan terapi bagi para pegawai untuk optimis dan
semangat dalam bekerja. "Sekarang banyak sufi yang bisa ditemui di
perusahaan-perusahaan,"
Sebenarnya dalam Islam tidak ada pemisahan antara spiritual
dan bisnis. Seperti itulah yang dicontohkan Rasulullah saw. dan para shahabat.
Mereka mengaplikasikan nilai-nilai spiritual ke seluruh aspek kehidupan. Mereka
membawa nilai-nilai masjid ke pasar. Ini mencerminkan ajaran Islam yang
komprehensif dan integral. Rasulullah Saw. Pernah mengatakan bahwa sebagian
besar rezeki manusia diperoleh dari aktivitas perdagangan. Hal ini disabdakan
beliau dalam hadist yang diriwayakan oleh Ibrahin Al-Harabi, yang artinya :
Beerdaganglah kamu, karena sembilan dari sepuluh pintu
rezeki diantaranya dihasilhan dari berdagang.
Pemahaman
tentang nilai-nilai agama dan kemanusiaan yang merupakan sumber dari
spiritualitas ternyata mampu memengaruhi hasil kesuksesan seseorang. Sudut
pandang terhadap kehidupan dunia yang dinilai hanya sementara menjadikan
kesuksesan yang diraih seseorang tidak dinikmati sendiri, tetapi dijadikan
sumber penghidupan bagi orang lainnya.
Banyak pengusaha sukses dunia yang hidupnya sederhana dan santun. Bahkan tanpa harta kekayaan pribadi. Yang diberikan kepada anak-anaknya adalah kemampuan untuk bisa bekerja sendiri.
Banyak pengusaha sukses dunia yang hidupnya sederhana dan santun. Bahkan tanpa harta kekayaan pribadi. Yang diberikan kepada anak-anaknya adalah kemampuan untuk bisa bekerja sendiri.
Dalam pelaksanaan proses bisnis sebuah perusahaan,
Human
Empathy tidak terkait
langsung dengan maksimalisasi profit. Jika
winning spirit dapat menghasilkan
sales, profit, ataupun market share, maka human empathy
lebih berorientasi pada hasil yang bersifat jangka panjang. Human empathy lebih memandang anggota organisasi sebagai seorang manusia secara utuh.
Kehidupan
Bisnis di Era Spiritual
Sebuah
hal baru sebenarnya telah dimulai dalam dunia bisnis, yakni era dimana kapitalisme
mulai menuju babak baru. Yakni era spiritualisme. Begitu pula dalam bisnis,
spiritual mulai kembali lagi merebab di kalangan para pelaku bisnis. Sebuah
penelitian pun diungkapkan setelah mewancarai ribuan bisnisment, ditemukan
bahwa ahli spiritual yang religious bukan di tempat-tembat ibadah yakni pada
tempat-tempat bisnis atau kantor.
Meskipun
persoalan hubungan agama dan modernisasi (industrialisasi) masih kontroversial,
namun patut dicermati adanya fenomena yang menunjukkan bahwa kegiatan-kegiatan
keagamaan pada saat sekarang semakin diminati. Orang dari berbagai kalangan,
telah menaruh minat yang luar biasa terhadap akhlak dan agama dalam berbisnis,
dimana spiritual dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting[2].
Modernitas dalam segala wujudnya dipandang tidak mampu memberikan kehidupan
yang lebih bermakna bagi manusia. Kenyataan tersebut jelas menjadi antitesa
teori yang menyatakan bahwa modernisme dan modernisasi merupakan lonceng
kematian bagi agama. Berkaitan dengan hal ini maka dapat dikatakan bahwa
peranan agama di masa sekarang dan masa mendatang tetap penting. Sebab, memang
kesadaran spiritual bagi setiap orang di setiap generasi merupakan bagian dari
kesadaran providensi (keilahian). Jika manusia menginginkan kebahagiaan , maka
sesungguhnya ia tidak akan memperolehnya dengan mengumpulkan harta
sebanyak-banyaknya.[3]
Semangat
akan pengembangan spiritual ini bisa kita lihat dari banyak pelatihan disana
tentang pengembangan kepribadian, jiwa serta mental dalam komunikasi
horizontal. Seperti contohnya positif thinking dan positif feeling
adalah bebarapa rumus penting dalam setiap pelatihan pengembangan kepribadian
yang ada di barat, yang kemudian beberapa ulama’ motivasi di Indonesia
mencontohnya dari buku-buku motivator atau pelatihan (training)
yang digawangi dari motivator barat atau luar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar